Bulan Juli 2025 ziarah yubileum komunitas pewartaan Kabar-Baik hanya diterima oleh Suku Betawi di Paroki St Servatius, Kampung Sawah, Keuskupan Agung Jakarta pada 20/7, dan komunitas umat di Paroki Santo Thomas Rasul, Pulau Taliabu, Kevikepan Talimas, Propinsi Maluku Utara, 27/7. “Talimas” adalah singkatan dari tiga pulau (juga Kabupaten dan Paroki) berdekatan: Taliabu, Mangole, dan Sulabesi.
Spirit pastoral di kedua lokasi ini, dalam refleksi saya, melukiskan dua pola perjuangan iman yang kontras. Hal itu mewajahkan keragaman perjuangan iman di sudut-sudut Nusantara, yang bukan untuk didebatkan, tetapi senyatanya sesuai kebhinekaan dalam ketunggal-ikaan yang disandang dalam semboyan negeri ini. Selaras juga iman Gereja yang satu dalam ajaran, namun dihayati secara situasional dalam budaya-lokal yang khas.
Mewah vs Hebat
Beriman di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) seperti juga beberapa kota besar lainnya di Indonesia, dimudahkan karena banyak hal. Jarak antar paroki relatif dekat, mudah transportasi. Bosan di paroki sendiri, bisa ‘jajan’ ke banyak paroki lain. Bosan atau ngambek dengan pastor di paroki, bisa dengarkan kotbah di paroki tetangga. Maaf, gunakan dua istilah yang katanya tak boleh ada dalam nilai rasa beriman. Begitu kah? (Ini soal lain yang bisa didiskusikan..)
Ini hanya pertanyaan informatif: mau tahu jumlah ordo/konggregasi yang berkarya di Jakarta? Pada 29 Juli 2025 terdata 20 ordo/konggregasi imam di KAJ, termasuk 80an imam-imam UNIO (Praja) KAJ, yang melayani 69 paroki, 1 paroki ekspatriat, dan pelayanan lainnya seperti pendidikan, sosial, dan komunitas Seminari Tinggi masing-masing. Selain itu, terdapat 5 tarekat Bruder, dan 29 tarekat Suster. Katakanlah satu tarekat Suster punya 2 rumah pelayanan yang dihuni 3-5 suster. Woow..betapa mewahnya pelayanan bagi hampir 500 ribu orang katolik di kawasan ini!
Bukan soal adil atau tidak, bila membandingkan Keuskupan Agung Jakarta dengan Kevikepan Talimas, Keuskupan Amboina. Gak apple to apple lah.. Data cumalah angka statistik. Kemewahan seputar ibukota negara masih boleh dipahami sesuai pepatah ‘ada gula ada semut’.
Untuk gambaran saja, bolehlah kita tengok paparan data Joseph Laiyan, Pembimas Kementerian Agama di sana. Ketiga pulau di kevikepan Talimas masing-masing hanya memiliki 1 paroki dengan 1 pastor yang melayani 3 stasi di pulau Sulabesi, 5 stasi di pulau Mangole, dan 17 stasi di pulau Taliabu. Keren dan hebat ! Jumlah umat di pulau Taliabu hanya sekitar 1500 orang. Tansportasi dalam pulau lebih sering dengan perahu via laut atau Sungai. Jalan darat tak memadai. Dalam ibadat zoom mereka daraskan doa Salam Maria dalam bahasa Tanimbar dan Kei. Belum ada terjemahan dalam bahasa asli Taliabu. Pernah beberapa desa penduduk asli seratus persen katolik. Namun, karena minim reksa rohani, mereka ‘dijala’ 5 gereja-gereja denominasi yang total jumlahnya mendekati 15 ribu orang.
Suka gak suka, tak ada kamus bosan, ngambek dan sejenisnya dalam merayakan iman setiap minggu. Umat tak bisa minta kualitas tertentu pastor yang melayani di paroki, seperti juga pastor tak mungkin pilih-pilih mau dibenumkan di mana.. Ibarat makanan, enak gak enak..ya telan saja .. Pilar koinonia, diakonia, bahkan leitorugia mereka adalah teman-teman Katekis seperti Januarius Batfian, Joger, dan OMK yang siap wira-wiri pelayanan. Sama sekali tak ada tarekat lain. Lagi-lagi puji Tuhan mereka punya orang-orang hebat!
Oase Ragam Budaya
Memandu ziarah yubileum lintas suku Nusantara baik secara podcast di komunitas Betawi maupun by zoom bersama teman-teman di Taliabu, kesadaran yang paling mencuat bukan tentang tantangan dan kendala menjalankan kehidupan beriman. Komunitas Betawi sudah menyatu bahkan merayakan adat Betawi seperti sedekah bumi dengan aneka suku lain, dan menjadi kekuatan khas olah beriman paroki St Servatius. Yacob Napiun, Bang Atin Napiun dan Mpok Yati mengistilahkan toleransi beragama di Kampung Sawah ibarat berada di segitiga emas karena ada nilai, punya harga yang mesti dirawat bersama. Gereja Katolik, Gereja Kristen Pasundan dan Masjid berdiri pada tiga dalam radius 1 km.
Di Taliabu pernikahan silang suku baik penduduk asli maupun orang asal Manado, Buton, Flores, Key-Tanimbar sudah biasa. “Nilai jual” yang diangkat-banggakan oleh suku Betawi dan Taliabu justeru rasa diterima dan menerima kebedaan tata adat dan keyakinan. Komunitas Katolik seakan menjadi oase keragaman, peneguh civil religiousitas yang solider dan mengikat sosialitas dan solidaritas nasional dalam kolegialitas lokal. Mungkin seperti makna yang diharapkan filsuf Emile Durkheim tentang Fungsi Sosial Agama sebagai penguat ikatan perbedaan yang menjamin stabilitas sosial yang diperlukan dalam hidup bermasyarakat, yang keseharian pergaulannya tak terlalu peduli perbedaan, tetapi kerukunan dan kesejahteraan bersama.

Perjuangan dan penghayatan iman teman-teman katolik suku Betawi dan suku Taliabu, berbeda dalam ‘nasib’ dan lokasi. Di dalamnya tetap ada kerahiman dan pengharapan dalam peziarahan tanpa lelah, bahwa setiap orang yang telah dibaptis memiliki nilai bagi Yesus untuk menjadi pewarta hingga ujung bumi dan akhir zaman (Kis.1:8) (*)
Penulis: Louis Djangun – komunitas pewartaan Kabar-Baik