Selama puluhan tahun mengabdi di dunia pendidikan, figur legendaris di Sekolah Santa Ursula ini telah menanamkan benih-benih kebaikan dan nilai-nilai luhur dalam hati para siswanya.
Oleh: Imelda Suryaningsih
Kabar duka menyelimuti keluarga besar Sekolah Santa Ursula dan Ordo Santa Ursula. Sr. Francesco Marianti, OSU, telah dipanggil menghadap Allah Bapa pada Senin, 16 Desember 2024, di usia 90 tahun. Kepergian Kepala SMA Santa Ursula Jalan Pos Jakarta selama 25 tahun (1973-1998) dan perintis pendirian Sekolah Santa Ursula Bumi Serpong Damai (BSD), itu meninggalkan duka mendalam bagi para guru, siswa, dan alumni Sekolah Santa Ursula, serta suster-suster Ursulin. Beliau bukan sekadar pendidik, namun juga sahabat, mentor, dan ibu bagi banyak generasi.
Sr. Francesco sendiri dikenal sebagai sosok yang penuh kasih, dedikasi, tegas, dan berprinsip teguh. Filosofi kepemimpinannya yang berakar kuat pada spiritualitas Kristiani dan semangat Serviam – “Saya Mengabdi” – menginspirasi begitu banyak jiwa yang mengenyam pendidikan di Sekolah Santa Ursula.
Salah satu ciri khas kepemimpinan Sr. Francesco adalah ketegasannya dalam memegang prinsip. Beliau mengajarkan pentingnya integritas, kejujuran, dan tanggung jawab. Beliau juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai gotong royong dan kerjasama. Bagi beliau, keberhasilan sebuah komunitas tidak terlepas dari kontribusi setiap individu di dalamnya.
Pendidikan yang Memberdayakan
Visi Sr. Francesco tentang pendidikan inklusif dan berkelanjutan sangat relevan dengan tantangan dunia saat ini, dan selaras dengan ajaran Paus Fransiskus. Beliau selalu menekankan pentingnya memberikan kesempatan belajar yang sama bagi semua siswa, tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi. Melalui berbagai program inovatif, seperti program mentoring bagi siswa berprestasi dan kegiatan sosial untuk menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan, Sr. Francesco berhasil menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan memberdayakan.
Dalam bukunya, “Catatan Seorang Pendidik: Fikir”, Sr. Francesco menuliskan, “Saya lebih bangga mencetak anak-anak yang tidak terlalu hebat-hebat amat, tetapi peduli terhadap orang lain; daripada mencetak anak-anak yang hebat otaknya, tetapi hanya peduli terhadap nasibnya sendiri.”
Bagi Sr. Francesco, pendidikan adalah proses pembentukan manusia seutuhnya. Para siswa tak hanya diarahkan dan diasah aspek intelektual mereka untuk menjadi pintar dan terampil. Lebih dari itu, mereka pun dibimbing agar mandiri, berorientasi pada nilai keutamaan, dan peduli pada sesama. Aneka kegiatan yang bersentuhan langsung dengan realita penderitaan sesama menjadi medan untuk internalisasi nilai-nilai itu.
Untuk mengembangkan rasa empati para siswa, beliau memasukkan program live in sebagai kegiatan intrakurikuler SMA Santa Ursula Jakarta. Program tersebut memungkinkan para siswa tinggal dan berinteraksi langsung dengan masyarakat di suatu desa selama periode tertentu. Dengan begitu, para siswa mendapatkan pengalaman nyata, yang memungkinkan mempelajari, memahami, dan merefleksikan kehidupan masyarakat setempat.
Kepedulian terhadap sesama tak hanya selalu didorong Sr. Francesco untuk dikembangkan oleh anak didiknya, namun juga beliau tunjukkan lewat tindakan konkret. Tak tanggung-tanggung, di akhir kepemimpinannya di Santa Ursula Jakarta, Sr. Fransesco turut aktif dalam pergerakan era reformasi. Beliau menjadi Koordinator Mitra Perempuan pada 1998-2000 dan juga aktivis Suara Ibu Peduli (SIP) bersama Dr. Karlina Supeli.
Satu kata kerap ditekankan Sr. Francesco kepada anak didiknya, yaitu “fikir”. Bukan sekadar proses berpikir yang melulu menggunakan level otak, Sr. Francesco selalu mengajak para siswa juga menggunakan hati, karena dengan begitu, seseorang bisa melihat lebih tajam, baik melihat ke dalam dirinya sendiri, maupun dalam melihat suatu permasalahan.
Pengabdian Tanpa Batas
Totalitas pengabdian dalam dunia pendidikan melekat pada diri Sr. Francesco. “Saya ingin lebih total, terus-menerus memberikan yang terbaik. Selama saya masih bisa melakukan, saya akan lakukan pelayanan itu. Pelayanan bukan hanya di sekolah, tapi juga di komunitas, di provinsi saya,” ungkap Koordinator Sekolah Santa Ursula BSD sejak 1990, dalam sebuah artikel di majalah HIDUP.
Memberikan yang terbaik, lanjutnya, berarti mengusahakan untuk terciptanya perbaikan demi perbaikan dalam segala hal. Bahkan, tak ada kata berhenti untuk pengabdian dan pelayanan ini.
Kepergian Sr. Francesco merupakan kehilangan besar, namun warisannya akan terus hidup. Nilai-nilai yang beliau tanamkan akan terus menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.
Selamat jalan menuju kebahagiaan kekal di keabadian, Sr. Francesco!