Ibarat ciptaanNya ada dalam perangkat komputer, secara berkala dan rutin dilakukan clean- install, multi-boot, upgrade bahkan virtualisasi dengan ‘teknologi kekinian’.
Oleh: Louis Djangun
Yubileum itu peringatan Gusti Allah yang menginstal ulang semesta. Ibarat ciptaanNya ada dalam perangkat komputer, secara berkala dan rutin dilakukan clean- install, multi-boot, upgrade bahkan virtualisasi dengan ‘teknologi kekinian’. Semua itu istilah RD Yustinus Sulistiadi, inisiator Gerakan Kabar Baik. Dan bagi saya, kiasan itu masuk akal, mudah dipahami. Selain logis, reason-nya berbasis biblis, khususnya kerangka besar program Allah dalam seluruh kisah PL. Tahun Yobel adalah rancangan Allah yang diwujudnyatakan dalam sejarah panjang ribuan tahun bangsa Israel. Gereja Katolik mengadopsi sirkulasi tahun Yobel dengan tafsir berbeda.
Bermula dari 7 Hari Penciptaan
Setelah berkreasi 6 hari, Allah melihat bahwa ciptaanNya baik adanya. “Lalu Allah memberkati hari ke tujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuatNya itu” (Kej 2:3). Lalu, setelah peristiwa Adam dan Hawa di Taman Eden (Kej 2:8-25) Allah membiarkan bumi bekerja sesuai mekanismenya, dan menyerahkan kepada kehendak bebas manusia. Namun, itupun sekaligus kehendak Allah dalam firmanNya di Kej 1:27 : “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah….”
Yobel, Tahun ke-50 Sabat
Imamat 25 memberikan pembedaan bahwa Tahun Sabat adalah satu dari tahun ke-7, sedangkan Tahun Yobel adalah tahun ke-49 dalam lingkaran sabat Yahudi. Tahun Yobel dirayakan bersamaan dengan Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur). Perayaan diawali dengan tiupan sangkakala (shofar) dan seruan pembebasan. Tanah sewa dan Garapan dikembalikan kepada pemiliknya, budak-budak dibebaskan, utang dihapuskan, dosa pun diampuni.
Format Ulang Kehidupan
Merefleksikan 7 hari kisah penciptaan dan 7 Tahun Sabat, yang bila dikalikan menjadi angka 49 (yang dibulatkan menjadi 50, Yobel) dengan segala tafsir di atas, plus permainan angka “tujuh” meneguhkan keyakinan akan kesempurnaan Yahwe (sebutan Allah bagi orang Yahudi) sebagai pencipta, pemelihara, dan pelestari semesta. Pada hari ke-7 penciptaan Allah melihat semuanya baik-baik saja.
Tahun Sabat dan Tahun Yobel adalah antitesis dari kebaikan di awal ciptaan dan perlunya re-creation atau re-formation. Bumi makin tua, maka perlu peremajaan. Dosa manusia kian menumpuk, maka perlu dibersihkan. Kehidupan kacau-balau, maka perlu dipulihkan. Tanah-air-udara tercemar, maka perlu dibaharui.
Beberapa ayat rujukan tentang ‘tahun ketujuh’ adalah tahun belas-kasih. Setelah 6 tahun bekerja, menggarap tanah, mengambil hasil, maka tahun ke tujuh adalah tahun memberi. Itu tertulis dalam Kel 23, Im 25, Ul 15 & 31, Yer 34 dll. Tahun Yobel adalah tahun 7 x 7 sebagai pesta akbar perdamaian dengan semesta, pemulihan kehidupan, pemutihan dosa. Itulah tahun Rahmat Tuhan (Yes 61:2), Tahun Kebebasan (Yeh 46:17).
Kenapa Paus Suka-suka?
Begitu pertanyaan seorang teman. Bila penghitungan Tahun Sabat dan Tahun Yobel seperti tertulis dalam banyak ayat perjanjian lama, mengapa Paus dan Gereja Katolik seakan suka-suka menentukan kapan maunya Tahun Yubileum?
Bermula di era Paus Urbanus VI (tahun 1389) menetapkan Yubileum Katolik dirayakan setiap 33 tahun. Penetapan ini dilakukan untuk mengenang masa hidup Yesus Kristus. Yubileum Katolik kembali mengalami perubahan pada 1475, saat Paus Sixtus IV menetapkan Yubileum dirayakan secara teratur setiap 25 tahun sekali. Tidak tampak relevansinya dengan penghitungan kalender Yahudi untuk menetapkan Tahun Yobel. Contoh terdekat kita adalah Yubelium luar biasa Kerahiman tahun 2016. Sekarang, 2025 sudah ber-yubelium lagi..
Bagi saya, itu pertanyaan tetapi sekaligus keuntungan bagi generasi yang hidup saat ini, karena bisa menikmati tahun yubileum dalam waktu dekat. Nikmati saja rahmat dan berkat Tuhan… atau, karena Vatikan melihat ada kemendesakan dalam pembenahan kehidupan semesta? (*)