Porta sancta mesti dilihat sebagai ‘simbol’ pintu pertobatan sejati, yaitu perjumpaan dengan Yesus Kristus.
oleh Louis Djangun
Karena tahu saya punya kegiatan di Pusat Pastoral KAJ – Samadi, seorang teman bertanya, apakah benar Samadi mengadakan ziarah ke 9 pintu gereja. Sementara itu ada lagi komunitas yang sibuk menyesuaikan waktu, berhitung jumlah urunan duit, rute dan agenda, bahkan mesti berbaju seragam dalam rencana mereka beranjangsana ke 9 pintu gereja paroki. Tahun Yubileum 2025 menjadi saat orang katolik, bikin rencana dalam pertemanan untuk mengujungi dari pintu ke pintu gereja paroki.
Yesus, Porta Sancta Sesungguhnya
Porta sancta atau pintu suci di basilica utama Vatikan secara tradisional hanya dibuka saat Tahun Yubileum yang ditentukan Paus, sebagai simbolisasi pertobatan dan mendapatkan indulgensi penuh dari dosa-dosa pribadi di masa lalu. Porta sancta mesti dilihat sebagai ‘simbol’ pintu pertobatan sejati, yaitu perjumpaan dengan Yesus Kristus. “AKULAH PINTU, barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan mempunyai hidup dalam segala kelimpahannya”. Dan Yesuslah yang berinisiatif – sebagai Gembala yang Baik – menemukan dan mengantar kita umatNya untuk datang kepada DiriNya, yang adalah juga sekaligus sebagai Pintu Masuk Keselamatan. Lihat Yoh 10.
Beriman kepada Yesus adalah keberanian untuk menjadikan diri kita serupa dengan Dia (alter Kristus). ‘Seperti Ia telah merendahkan DiriNya menjadi sama seperti kita dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa’, demikian dengan telah beriman kepadaNya, kita telah diangkat derajad menjadi sama pula seperti Dia. Walau selama hidup di dunia, kita masih dalam suasana dosa, dan membutuhkan pengampunan dan keselamatan. Di situlah letak perjuangan iman katolik, berusaha terus-menerus menjadi sempurna, menyerupai ‘keanakAllahan’ Yesus.
Dalam konteks itu, kita juga adalah ‘gembala’. Kita juga dituntut untuk mencari dan menuntun orang lain untuk membawa mereka menuju Pintu Keselamatan, yaitu perjumpaan dengan Yesus. Dan sekaligus harus dikatakan bahwa kita juga adalah ‘pintu’ agar orang melihat keselamatan Allah, melalui kesaksian pikiran, perkataan dan perbuatan.
Iman katolik bukanlah iman yang egois, hanya mencari keselamatan demi diri sendiri. Iman katolik adalah menjadikan diri kita “Kristus yang lain” mencari dan menemukan orang lain, dan mengantarnya agar sampai kepada pintu keselamatan yaitu Yesus Kristus.
Pintu Hati, Pintu Tetangga, Itulah Porta Sancta
Seperti saya tulis di atas, baik memang ‘mengunjungi’ porta sancta di tempat-tempat suci. Akan tetapi penting juga dimemperhatikan ‘pintu’ tetangga, bahkan pintu hati kita masing-masing. Kehidupan metropolis dapat membuat orang mengungkung diri dalam zona nyamannya. Entah demi keamanan, tetapi ada juga yang memilih demi kenikmatan hidup sendiri. Sebodo teuing siapa tetangga. Bangun pagar pembatas, curiga pada lingkungan sekitar. Mengamankan diri bagus, tetapi kita tak pernah mungkin hidup dalam kesendirian. Siapakah saudaraku? Adalah mereka yang bila saya mengalami kendala dalam hidup, merekalah yang pertama jatuh kasihan dan mengulurkan tangan.
Membuka pintu hati sendiri dan mau mengetuk pintu tetangga yang membutuhkan perhatian adalah bagian dari spiritualitas porta sancta yang dimaksudkan Vatikan.
Maukah saya membukakan pintu hati saya bila diketuk? Maukah saya juga mengetuk pintu rumah teman di Lingkungan yang lebih membutuhkan perhatian, doa dan kehadiran saya? Ketimbang saya egois atau berbondong-bondong mencari keselamatan diri sendiri di pintu-pintu gereja lain?