Penulis: Louis Djangun
Judul di atas adalah pertanyaan seorang kawan. Kami diskusi seraya googling dan terperangah, “Iya ya? Apa pentingnya negara yang luasnya hanya 0,44 km2 dengan penduduk 842 jiwa itu? Mau kerja sama dengan Negara Vatikan di bidang ekonomi, perdagangan, pertanian atau pertahanan? Tentang bidang-bidang itu Vatikan minim, bila tak mau dibilang tak punya. Mau tanding sepakbola? Apa lagi?”
Bagaimana Negara Vatikan terbentuk ?
Vatikan berdaulat sebagai Citta del Vaticano atau Negara Kota Vatikan sejak 11 Februari 1927 melalui Lateran Pacts dengan Pemerintah Italia. Kala itu Italia masih dalam pemerintahan Kerajaan, sementara Vatikan dipimpin oleh Paus Pius XI (1922-1939). Perjanjian Lateran (concordat) memuat antara lain pengakuan terhadap Vatikan sebagai negara yang berdaulat dan independen serta berada di bawah pemerintahan Takhta Suci (Paus).
Vatikan di abad lampau (756 – 1870) boleh dikategorikan ‘institusi agama katolik’ yang ndompleng kekaisaran Romawi yang merajai Eropa era itu. Jabatan Paus, Uskup, Imam menjadi rebutan politis. Karena itu, terjadi juga relasi yang kurang harmonis antara Kaisar dengan Paus sebagai pemimpin spiritual. Pemisahan kekuasaan di tahun 1927 nyatanya kemudian semakin memunculkan daya magis Vatikan yang kian membesar pengaruhnya secara sentralistik. Dominasi Vatikan ‘secara politis’ justeru karena merupakan pusat kekatolikan se-dunia. Paus, kepala negara Vatikan adalah Bapa Suci yang memimpin kebenaran ajaran iman dan moral bagi sekitar 1,4 milyar umat katolik.
Indonesia, Penting Bagi Vatikan
Dalam konteks relasi Vatikan dan NKRI, daya magis itu boleh jadi “nggak bunyi”, mengingat penganut katolik di Indonesia hanya sekitar 3% diantara mayoritas muslim yang disebut sebagai terbanyak di suatu negara. Maka, realistis pertanyaan kawan itu : apa pentingnya bagi Indonesia? Namun, pertanyaan kawan ini bisa kita balikkan dari sisi berbeda. Dari persepsi Vatikan. Seberapa pentingkah Indonesia di mata Vatikan ?
Dari sisi jumlah umat katolik di Nusantara ini, Indonesia gak penting. Namun justeru di situlah Pemerintah Indonesia dipuji. Jumlah yang secuil itu nyatanya diterima dan dibolehkan beribadah di tengah pengaruh mayoritas, Apresiasi tinggi diberikan Vatikan kepada NKRI karena Pancasila yang memuat nilai-nilai luhur ketuhanan dan kemanusiaan. Juga “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai filosofi pemersatu keragaman budaya dan kepercayaan di Nusantara. Paus Yohanes Paulus II dalam kotbah dalam misa akbar di Gelora Bung Karno Jakarta pada kunjungan tahun 1989 secara khusus melafalkan dengan susah payah dalam kotbahnya : “Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dua hal yang membanggakan bagi Bangsa Indonesia”.
Kenyataan lainnya, Vatikan merupakan salah satu negara di Eropa yang awal mengakui kemerdekaan Indonesia pada 6 Juli 1947 melalui lobi Mgr Soegijapranata, SJ. Tahun 2024 ini hubungan NKRI-Vatikan telah terjalin selama 76 tahun. Vatikan resmi membuka perwakilan pada 25 Mei 1950 dengan status Internunciatur Apostolik (Kuasa Usaha); Desember 1965 ditingkatkan menjadi Nunciatur Apostolik (Duta Besar bekuasa penuh). Duta besarnya atau Nuncius pertama Tahta Suci untuk Indonesia adalah Mgr George de Jonghe d’Ardoye. Nuncius saat ini adalah Mgr Piero Pioppo.
Sebaliknya, Duta Besar Indonesia pertama untuk Tahta Suci Vatikan adalah Sukarjo Wiryopranoto(1950 – 1952). Tidak semua duta besar Indonesia untuk Vatikan adalah katolik, karena jabatan itu politis, bukan perwakilan Gereja. Dubes saat ini Michael Trias Kuncahyono.
Kunjungan Kenegaraan
Presiden pertama kita dalam kurun 8 tahun sebanyak tiga kali berkunjung ke Vatikan. Soekarno menemui Paus Pius XII pada 13 Juni 1956. Pada 14 Mei 1959 diterima Paus Yohanes XXIII. Kemudian 12 Oktober 1964 diterima Paus Paulus VI. “Bertemu Paus dan mendapatkan pesan-pesannya adalah suara kenabian”, tutur Soekarno memberi alasan. “Indonesia memandang sangat penting memiliki hubungan diplomatik yang erat dengan Vatikan karena Takhta Suci merupakan kekuatan moral dunia” (Laurentius Amrih Jinangkung (Dubes RI untuk Vatikan, 2020-2022) dalam wawancara di Youtube, 26 Desember 2020).
Sebaliknya, Kepala Negara Vatikan telah dua kali mengunjungi Indonesia. PausPaulus VI mendatangi Jakarta pada 3 Desember 1970. Paus Yohanes Paulus II pada 8-12 Oktober 1989 melakukan visitasi pastoral yang Istimewa ke 5 kota di Indonesia, yakni Jakarta, Yogyakarta, Maumere, Medan dan Dilli (saat itu masih sebagai ibukota propinsi Timor Timur). Kedua Paus itu diterima oleh Presiden Soeharto.
PausFransiskus yang direncanakan melakukan kunjungan kenegaraan dan lawatan pastoral pada 3-6 September 2024 menjadikannya Kepala Negara Vatikan ke tiga mendatangi Indonesia. Beliau diundang dan akan diterima oleh Presiden Joko Widodo.
Penting tidaknya relasi Vatikan-NKRI adalah persepsi, baik dari pribadi tertentu, masyarakat maupun pemerintah Indonesia. Bagi Umat Katolik Indonesia, semoga ada sukacita dengan banyak harapan terhadap kunjungan Bapa Suci ke tanah air. Benvenuto Papa Francesco, welcoming Pope ! (lou emde, dari berbagai sumber)