Serial ROSARIO bersama PAUS FRANSISKUS, Oleh : Henricus Witdarmono
Iman Maria telah melepaskan simpul dosa
Konsili Vatikan II mengutip dalam Lumen Gentium 56 kalimat Santo Ireneus, “simpul ikatan yang disebabkan oleh ketidaktaatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria. Apa yang telah diikat kuat oleh perawan Hawa karena ketidak-percayaannya, telah dilepaskan oleh Perawan Maria karena imannya.” (Adversus Haereses, III, 22, 4).
‘Simpul kusut’ ketidak-taatan adalah juga ‘simpul kusut’ ketidakpercayaan. Ketika seorang anak tidak menaati orangtuanya, bisa dikatakan sebuah ‘simpul kusut’ kecil telah tercipta. Ini terjadi bila si anak melakukannya dengan kesadaran penuh, terutama bila ada unsur pembohongan. Pada saat itulah, kepercayaan antara anak dengan orangtuanya dirusak. Maka, hubungan dengan orangtua harus dibersihkan dari kesalahan. Anak harus meminta maaf agar keharmonisan serta kepercayaan dipulihkan.
Situasi semacam itu juga terjadi dalam hubungan kita dengan Allah. Ketika kita tidak mendengarkan Dia atau tidak mengikuti kehendak-Nya, maka secara konkret kita telah menunjukkan ketidakpercayaan kepadaNya. Itulah yang disebut dosa, semacam simpul kusut yang telah tercipta di dalam lubuk hati kita. Simpul-simpul inilah yang membuang kedamaian dan ketenangan. Ini berbahaya, sebab dari banyak simpul kusut akan terbentuk banyak lilitan dan menyakitkan, serta makin sulit diurai!
Namun satu hal yang sudah kita ketahui, yaitu bahwa tidak ada yang tidak mungkin di hadapan kerahiman Allah! Simpul yang paling kusut pun selalu akan bisa diurai. Bunda Maria, yang dengan “YA”nya telah membuka pintu bagi Allah untuk melepaskan kekusutan simpul lama akibat ketidaktaatan, adalah seorang Ibu yang dengan sabar dan penuh kasih membawa kita kembali kepada Allah. Allah-lah yang dapat membuka simpul-simpul kusut jiwa kita dengan belas kasih ke-Bapakan-Nya. Kita memiliki simpul-simpul kusut semacam ini. “Apa yang merupakan simpul-simpul kusut kehidupan kita?”
Ada yang bilang, “Bapa, simpul-simpul kusut yang ada pada diri saya sudah tidak bisa diurai lagi!” Salah! Semua simpul kusut hati-nurani kita dapat diurai. Pertanyaannya: apakah aku sudah minta kepada Bunda Maria untuk menolong agar aku percaya kepada belas kasih Allah? Bunda Maria akan mengatakan kepadamu: “Bangun, pergilah, Dia memahamimu”. Sebagai seorang Ibu, dia akan menuntun kita dengan tangannya untuk mendapatkan pelukan hangat dari Bapa Sang Belas Kasih.
Iman Maria memberi daging kemanusiaan kepada Yesus
Konsili Vatikan II mengatakan, “Sebab dalam iman dan ketaatan, Maria melahirkan Putra Bapa di dunia, tanpa mengenal pria, dalam naungan Roh Kudus” (Lumen Gentium, 63). Para Bapak Gereja memberi penekanan, yaitu bahwa pertama-tama Maria mengandung Yesus dalam iman, dan baru kemudian dalam daging, ketika ia mengatakan “YA” kepada amanat Allah yang diberikan kepadanya melalui malaikat. Ini berarti bahwa Allah tidak ingin menjadi manusia dengan memotong kemerdekaan kita. Dia ingin bertindak melalui kesediaan yang otonom dari Maria. Dia bertanya kepada Maria, “Apakah engkau siap melakukan ini?” Dan Maria menjawab, “YA!”
Apa yang terjadi secara sangat khusus pada Perawan Maria, secara rohaniah juga terjadi di dalam diri kita, ketika kita secara baik dan tulus-ikhlas menerima sabda Allah dan mewujudkannya dalam praktik hidup sehari-hari. Di sinilah ibaratnya Allah menjadi daging di dalam diri kita. Dia datang untuk tinggal di dalam kita, sebab Dia tinggal di semua orang yang mencintai-Nya serta menaati perkataan-Nya. Ini tidak mudah untuk dipahami, namun sangat mudah dirasakan di dalam hati.
Apakah penjelmaaan Yesus itu cuma sebuah peristiwa masa lampau yang tidak punya kaitan secara pribadi dengan kita? Percaya kepada Yesus berarti memberikan daging kita kepada Dia dengan kerendahan hati dan keberanian seperti Maria, sehingga Dia dapat terus tinggal di tengah-tengah kita. Itu artinya, memberikan kepada-Nya tangan-tangan kita untuk membelai mereka yang kecil dan miskin; kaki kita untuk maju dan menemui saudara dan saudari kita; lengan-lengan kita untuk menopang yang lemah dan bekerja di ladang anggur Tuhan; akal-budi kita untuk berpikir dan bertindak dalam terang Injil. Kita mempersembahkan hati kita kepada-Nya untuk mencintai dan membuat pilihan sesuai dengan kehendak Allah. Semua ini hanya bisa terjadi berkat karya Roh Kudus. Dengan cara itulah, kita menjadi alat di tangan Allah, sehingga melalui kita, Yesus dapat berkarya di dalam dunia.
Iman Maria adalah sebuah perziarahan
KV II mengatakan bahwa Santa Perawan Maria “melangkah maju dalam perziarahan iman” (LG, 58). Dengan cara ini, Maria mendahului kita dalam perziarahannya, dia menemani, mendorong dan mendukung kita. Seluruh hidupnya adalah mengikuti Putra-nya yang adalah ‘Jalan’; Untuk mendesak maju dalam iman, untuk melaju dalam perjalanan rohani yang merupakan perziarahan iman, tidak ada cara lain selain mengikuti Yesus, mendengarkan dan bersedia dibimbing oleh sabda-sabda-Nya, mengikuti tindakanNya, serta memiliki perasaan yang sama dengan Dia : rendah hati, belas kasih, cinta sesama, menolak kemunafikan, bermuka dua, dan penyembahan berhala. Jalan Yesus adalah jalan cinta yang setia sampai akhir, bahkan sampai mengorbankan hidupnya sendiri; itu adalah jalan salib!
Sejak awal Maria sudah memahami hal ini, ketika Herodes berusaha mencari Yesus yang baru lahir, untuk dibunuh. Bagi Maria, pengalaman salib menjadi makin dalam ketika Yesus ditolak. Maria selalu mengikutiNya, juga mendengar gosip dan kata-kata kotor yang menentang Tuhan. Iman Maria bertemu serta berhadapan dengan salah-pengertian dan penghinaan. Ketika “waktu” Yesus telah tiba, yaitu jam kesengsaraan-Nya, ketika itu pula iman Maria bagaikan sebuah api kecil yang menyala di malam hari, sinar kecil yang berkelip-kelip dalam kegelapan dan tetap berjaga. Pijar apinya tetap bernyala sampai fajar kebangkitan. Dan ketika ia menerima berita bahwa makam telah kosong, hatinya penuh kebahagiaan iman akan kebangkitan Yesus Kristus!
Iman selalu membawa sukacita. Dan Maria adalah Bunda Sukacita! Marilah kita memohon agar dia mengajarkan kepada kita untuk mengambil jalan sukacita, untuk merasakan kegembiraan! Pertemuan Yesus yang telah bangkit dengan Maria adalah puncak sukacita. Pertemuan mereka merupakan titik tertinggi dari perziarahan iman Maria, dan juga perziarahan iman seluruh Gereja. Lalu, iman kita ini seperti apa? Tetap menyala meski berada di saat-saat sulit, di saat-saat ada kegelapan? Apakah aku merasakan sukacita iman? “Bunda, kami mengucapkan terima kasih atas iman kami. Kami perbarui penyerahan kepercayaan kami kepadamu, Bunda dari iman kami. Amin.”
(disadur oleh Louis Djangun, Tim Kabar-baik.id)
Foto: cbcpnews.net