Serial ini disadur dari prolog & epilog buku dengan judul di atas, dengan persetujuan Penulis, oleh Louis Djangun, Tim Kabar-Baik.
Buku Rosario Bersama Paus Fransiskus terdiri dari 2 bagian;
Bagian 1 berisikan Doa dan Novena a la Paus Fransiskus dalam Peristiwa Gembira, Peristiwa Terang/Cahaya, Peristiwa Sedih, Peristiwa Mulia, yang setiap doa Bapa Kami dan Salam Maria disertai dengan satu kalimat renungan; Bagian 2 berisikan Novena dan Doa-doa Paus Fransiskus kepada Bunda Maria ‘Untier of Knots’, atau Pengurai Simpul)
Paus Fransiskus dan Bunda Maria
PAUS FRANSISKUS memiliki devosi mendalam kepada Bunda Maria. Sebagai orang Argentina, Paus kelahiran Flores, Buenos Aires, 17 Desember 1936 ini, juga mewarisi tradisi bangsanya yang sejak tahun 1630 sudah menghormati Nuestra Señora de Luján (Bunda Kami dari Luján). Penghormatan itu muncul, karena dalam sejarah dan tradisi kekatolikan Argentina, ada pengalaman bersama mengenai banyaknya mukjizat penyelamatan dan penyembuhan yang dianugerahkan Allah melalui doa dan perantara Bunda Kami dari Luján. Saat itu rakyat menderita akibat pertikaian dan perang antarkelompok maupun antarbangsa, bencana alam, serta wabah penyakit. Pertolongan Bunda Kami dari Luján tidak hanya dirasakan oleh rakyat Argentina, tetapi juga oleh negara-negara tetangga. Pengalaman anugerah Allah tersebut diungkapkan dengan menobatkan Nuestra Señora de Luján pada tahun 1930 sebagai Pelindung tiga bangsa, yaitu Argentina, Paraguay dan Uruguay.
Sebagai warga Argentina berdarah Italia, Bergoglio, keluarga Paus Fransiskus memiliki devosi kepada Bunda Maria, tempat mereka bisa mengungkapkan seluruh perasaan sebagai seorang anak kepada ibunya. Dalam tradisi rakyat Argentina, ibu adalah segala-galanya. Maka patung atau ikon Santa Perawan Maria ditempatkan di pusat rumah atau kamar agar mudah disentuh. Menyentuh adalah cara yang paling lazim untuk menyayangi seorang ibu.
Menyentuh patung dan merasakan pengalaman yang menyertainya adalah bagian dari doa. Inilah yang dinamakan spiritualitas yang ‘mendaging’, yang menjadi konkret, bukan hanya terkungkung dalam sebuah idea atau teori belaka. Karena itu, selalulah berdoa tanpa henti kepada Bunda Maria. Melalui doa-doa itu, manusia ‘menyentuh’ Bunda Maria! Doa dan sentuhan kepada Bunda Maria itu sangat baik bagi hati kita, bagi jiwa kita, dan bagi seluruh hidup kita!
Sentuhan Paus Yohanes Paulus II
Sejak lama, Paus Fransiskus memiliki kebiasaan berdoa Rosario. Namun, menurut pengakuannya, ia baru mulai mendaraskan 15 misteri doa Rosario setiap hari—artinya tiga kali 50 Salam Maria—setelah ‘disentuh’ oleh teladan Santo Yohanes Paulus II (1920—2005).
Saya ingat betul, itu terjadi pada tahun 1985. Sore itu, saya berdoa Rosario suci yang dipimpin oleh Bapak Suci (Yohanes Paulus II/YP II). Ia ber ada di depan, berlutut. Waktu itu, kelompok yang menyertainya banyak,” ungkap Pastor Jorge Mario Bergoglio, S.J. (nama Paus Fransiskus sebelum terpilih sebagai Paus pada 13 Maret 2013) yang saat itu sedang merasa terkucilkan dari komunitasnya. “Saya memandang Bapak Suci dari belakang. Sedikit demi sedikit, saya tenggelam dalam doa. Saya tidak sendirian. Saya berdoa di tengah-tengah Umat Allah, yang dipimpin Gembala kita. Di tengah doa itu, saya memandang sosok Bapak Suci: kesalehannya, devosinya, semuanya adalah sebuah kesaksian. Seiring dengan waktu, pikiran saya membayangkan, saat itu …. imam muda, seminaris, penyair, pekerja tambang, anak dari Wadowice itu berlutut dalam posisi yang sama, mendaraskan Ave Maria ke Ave Maria berikutnya. Kesaksiannya telah menampar saya. …. Saya merasakan, orang ini telah dipilih untuk memimpin Gereja dan sedang menapaki jalan ke atas, ke Ibunya di surga, jalan yang telah ditempuhnya sejak masa kecilnya. Saya segera menyadari betapa dalamnya makna kata-kata Bunda Maria dari Guadalupe kepada St. Juan Diego, “Jangan takut! Bukankah aku ini ibumu!” Di situlah, saya baru sungguh-sungguh memahami kehadiran Bunda Maria dalam kehidupan Paus. Apa yang saya saksikan itu tidak pernah sekalipun terlupakan. Sejak saat itu, saya mendaraskan 15 misteri Rosario setiap hari.
Teladan doa St. Yohanes Paulus II itu tepat waktu. Antara tahun 1980-an hingga awal 1990-an, Romo Jorge Mario Bergoglio banyak mengalami kepahitan dan kegetiran hidup karena berbagai kekusutan dalam hidup pribadinya maupun hidup berkomunitas. Ia dinilai kurang berhasil saat menjabat sebagai Provinsial Jesuit Argentina pada 1973—1979, karena sikapnya terhadap rezim militer Presiden Jorge Ravael Videla (1925—2013) yang dinilai terlalu lunak dan kompromistis. Bergoglio secara terbuka mengecam kekejaman rezim pemerintah militer maupun fanatisme para gerilyawan. Dalam situasi kritis tersebut, ia menyelamatkan banyak warga sipil dari hukuman tembak, menolong mereka terhindar dari razia, serta membantu untuk keluar ke manca negara. “Saat itu, saya berhadapan dengan banyak situasi sulit. Saya harus membuat keputusan cepat tanpa bisa berkonsultasi. Sikap otoriter serta cara mengambil keputusan yang cepat itu, telah menimbulkan masalah serius bagi saya. Saya dituduh sebagai orang yang ultra konservatif,” ungkapnya.
Di saat seperti itu, ketika mengalami kepedihan dan penderitaan, Romo Bergoglio–seperti kebanyakan orang Katolik lainnya–berpaling kepada Bunda Perawan Maria. Seperti St. Yohanes Paulus II, yang memandang doa Rosario sebagai ‘jalan ke atas menuju Bunda-nya di surga’ (lih. Surat Apostolik dari Yohanes Paulus II, Rosarium Virginis Mariae, 16 Oktober 2002), Bergoglio juga selalu mendaraskan doa kepada Bunda Maria yang disusun oleh Beatus Bartolo Longo (1841— 1926), rasul Rosario dari Italia.
Ya, Rosario Maria yang suci, rantai manis yang menghubungkan kita dengan Allah, ikatan kasih yang menyatukan dengan para malaikat, benteng Menara keselamatan untuk melawan serangan mereka, serta Pelabuhan aman bagi kapal rusak kehidupan manusia..kami tidak akan pernah meninggalkan dikau
Penulis: Henricus Witdarmono
Foto: www.lujanhoy.com.ar