“Tidak ada seorang pun yang hilang, tidak ada seorang pun yang kehilangan kesempatan untuk merasakan pelukan penuh kasih dari Bapa-Nya.”
Oleh: Elisabet Tata
James Martin (63 th) adalah seorang romo Yesuit, penulis, dan redaksi majalah bulanan Serikat Yesus, America. Romo Martin sudah menulis dan menjadi editor belasan buku.
Pada 2017, Paus Fransiskus memberi tugas Romo Martin sebagai konsultan untuk Dikasteri Komunikasi Vatikan. ‘Kedekatan’ mereka tampak dalam buku terbaru Romo Martin yang terilhami oleh mukjizat Yesus membangkitkan Lazarus berjudul Come Forth: The Promise of Jesus’s Greatest Miracle (Harper Collin, Juli 2023). Bapa Suci pun berkenan menulis Pengantar yang indah untuk buku itu.
Menurut Paus Fransiskus, Romo Martin memiliki sudut pandang sebagai orang yang telah jatuh cinta pada Sabda Tuhan dan membuat teks biblis menjadi hidup dan mengubahnya menjadi “surat cinta” yang dikirim Tuhan pada kita. Injil itu konkrit dan kekal karena isinya terkait dengan keberadaan batin dan kehidupan batin kita seperti halnya dengan sejarah dan kehidupan sehari-hari. Yesus tidak hanya berbicara tentang kehidupan kekal – Dia memberikannya kepada kita. Dia tidak hanya mengatakan “Akulah kebangkitan” tapi juga membangkitkan Lazarus yang telah mati selama tiga hari.
Kita Semua adalah Lazarus
Bapa Suci menulis bahwa kita semua adalah Lazarus dan Romo Martin membawa kita langsung ke dalam kisah sahabat Yesus ini. Kita juga adalah sahabat-sahabat-Nya – yang terkadang “mati” karena dosa-dosa kita, kegagalan, dan perselingkuhan kita, keputusasaan yang melemahkan semangat kita dan meremukkan semangat kita. Meski demikian, Yesus tidak sungkan mendekati kita – bahkan ketika kita berbau seperti mayat yang sudah dikubur tiga hari lamanya.
Tidak, Yesus tidak takut akan kematian atau dosa kita. Dia menunggu di luar pintu hati kita yang tertutup, pintu yang hanya terbuka dari dalam, yang kita kunci dengan gerendel ganda setiap kali kita merasa Tuhan tidak akan pernah mengampuni kita.
Melalui buku Romo Martin, kita dapat merasakan makna mendalam dari apa yang Yesus lakukan saat mendapati diri-Nya berada di hadapan jasad yang mengeluarkan bau yang tidak sedap – sebuah metafora dari kebusukan moral yang dihasilkan oleh dosa dalam jiwa kita. Melalui metafora ini kita mengetahui bahwa Yesus tidak pernah sungkan mendekati orang-orang berdosa berat. Sebusuk apa pun baunya. Dia hanya punya satu tujuan: tidak ada seorang pun yang hilang, tidak ada seorang pun yang kehilangan kesempatan untuk merasakan pelukan penuh kasih dari Bapa-Nya.*