Apa makna kata ‘masya Allah’ dalam judul di atas? Allah koq blusukan? Selain bertanya, ada ketercengangan. Gusti Allah sih bisa bertindak apapun dalam ke-Maha-annya.
Penulis: Louis Djangun
Dalam Panduan A-Z Memahami Alquran karya Mokhtar Stork (1999), “Masya Allah” memiliki makna sesuatu yang dihendaki oleh Allah. Maaf, saya kutip ini untuk memaknainya dalam konteksnya. Sekaligus juga iman saya mempertanyakan : Allah menjadi manusia dalam iman kristiani, apakah itu termask dalam rencana dan kehendakNya saat menciptakan bumi dan manusia?
Bukankah kala mencipta selama 7 hari versi Kitab Kejadian 1 dikatakan bahwa Allah melihat semuanya bae-bae aja.. Bahkan tentang manusia ciptaanNya dikatakan ‘sungguh amat baik’. “Baiklah Kita menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa … Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya; menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka” (Kej 1:26-27).
Gambar, rupa, citra manusia adalah seperti Allah. Imago Dei. Karena manusia diciptakan sesuai citra Allah dengan kesungguh-amat-baik itu, maka dalam setiap pribadi manusia ‘ada Allah’. Gambar, rupa bukan sekedar fisik, tetapi kehendakNya juga, yaitu “baik” dalam segala hal. Ada kehendak dan kebebasan dalam pribadi setiap kita. No problemo kan? So, kenapa juga ada inkarnasi natal, Allah lahir sebagai manusia? Mo ngapain Dia?
Konon, akibat kesombongan manusia yang ‘mau seperti Allah’ (kisah godaan Hawa & Adam), manusia memanfaatkan kehendakbebas-nya melawan titah Allah. Itulah dosa asali yang mengotori kecitraan Allah dalam diri manusia. Dampaknya, relasi dengan Allah, sesama dan alam menjadi kacau, buruk dan busuk.
Blusukan agar Baikan
Sesungguhnya gak penting amat manusia bagi Allah setelah putus relasi itu. Bukanlah Allah bisa menikmati DiriNya tanpa peduli pada kita? Apa ada CLBK juga ya? Hehe..
Allah bisa bertindak apa saja, termasuk menjadi sama seperti manusia. Sebaliknya manusia tak berdaya memulihkan relasi. Inisiatifnya harus dari Atas. Manusia harus ‘dilahirkan kembali, dibersihkan dari Atas’ (Yoh 3:3-5). Ibarat patung yang rusak, tak bisa merenovasi hakekatnya sendiri. Harus oleh si penciptanya agar pulih sesuai maksud saat dibuat. Manusia harus diciptakan secara baru.
Natal adalah peristiwa inkarnasi Allah menjadi manusia dalam Diri Yesus. “Ia sama seperti kita dalam kita dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa” (Prefasi DSA, bdk Ibr 2:14-15). Karena dia ‘bersih’ maka mampu menyapu yang kotor. Dia putih untuk melabur bercak-bercak noda. Dia suci agar bisa mencuci dosa-dosa.
Keyakinan akan Yesus juga membalikkan segala kepercayaan yang pernah ada sebelum dan sesudahnya. Sang Kuasa semesta bukan lagi transendens nun jauh di atas sana, tetapi menyatu masuk ke dalam kehidupan dunia.
Hanya itu satu-satunya jalan keselamatan, tak ada alternatif lain! Hanya dalam Diri Yesus, Putera Allah yang blusukan dari surga ke bumi, pemulihan itu terjadi. Hawa menjadi prolog hingga Adam ikut masuk dalam kegelapan dan kekotoran dosa. Epilognya adalah via kemurnian Maria, Yesus masuk membawa kembali Terang dan Keselamatan.
Selamat menjadi anak-anak Terang, pewarta Keselamatan!