Artikel

Ke Mana Doamu Membubung

Gak relevan bila artikel kecil ini mulai dengan mempersoalkan mana kata yang benar : membubung atau membumbung. Bisa tanya mbah Google. Poinnya adalah bila kita berdoa kepada Allah yang konon ada di surga, ke arah mana doa-doa kita ‘terbang’ ke posisi Allah berada?

Oleh: Louis Djangun

November ini umat Katolik banyak mengarahkan hati, pikiran dan juga doa-doanya. Mohon Allah menyelamatkan jiwa-jiwa mereka yang telah meninggalkan dunia ini. Mohon doa bersama santo pelindung nama baptis dan para kudus di surga. Juga bersyukur akan Yesus sebagai Raja semesta alam.. Pernahkah Anda bermeditasi, berkhayal, di mana surga? Allah ada di mana sih? Dalam semesta alam, atau alam yang berbeda lagi?

Penelitian melalui teleskop di kota Parkes, New South Wales, Australia membuat statistik pembanding seperti apa bumi dalam alam semesta. Diibaratkan bumi seukuran perangko berbanding luas benua Australia. Betapa kecil dan tak berartinya bumi tempat tinggal kita dalam tatanan semesta. Pertanyaan yang belum terjawab juga : adakah kehidupan di planet lain dalam semesta ini?

Banyak ensiklopedi yang telah diterbitkan untuk membuktikan bahwa semesta tak hanya sejauh mata memandang ke langit. Matahari yang kita lihat dengan planet-planetnya (termasuk bumi) bergerak dalam galaksi dengan kecepatan 210 km per detik. Diperlukan waktu sekitar 250 juta tahun untuk mengelilingi satu putaran galaksi. Seluas apa galaksi kita? Penelitian membuktikan dengan kecepatan cahaya 300.000 km per detik. Itu berarti membutuhkan 100.000 tahun untuk melintasinya. Dan dalam galaksi Bima Sakti kita (milky way) sendiri terdapat 200 milyar bintang. Angka-angka di atas adalah kesimpulan gampangan. Saya tergolong manusia kualitatif, bukan kuantitatif, sehingga kurang tertarik juga dengan penghitungannya.

Bila doa saya ibarat asap kurban bakaran seperti kisah-kisah Perjanjian Lama, mungkinkah masih menembus langit ke langit kesekian pindah dari semesta satu ke lainnya, bahkan menghindari pecahan meteor. Ah..pusing mikirinnya.  Mungkin juga karena cara pikir saya (dan mungkin Anda) masih dalam tataran fisik. Kita terjebak mencoba menjelaskan Allah dalam cara pikir model manusiawi.

Ketegangan tentang keberadaan Allah

Setidaknya saya merasakan tegangnya tarik-menarik dua hal dalam keyakinan. Realitasnya Allah itu ADA. Bahwa adanya semesta, bumi, dan saya adalah buktinya. Tak mungkin semua itu semula ada begitu saja, seakan terlempar dari sesuatu (pantha rei). Pasti ada yang membuatnya, mengada ‘pada awal mula’. Keyakinan kita menyebutnya Allah sebagai pencipta. Ketegangan lain dalam iman kita adalah bahwa Allah itu ADA DIMANA-MANA. Artinya, eksistensiNya menembus setiap keadaan dan kebendaan dalam ciptaanNya. Michael Morwood dalam Tommorows Catholic (1997) mengistilahkan cukup bagus: “Allah berada, terlibat dengan dan dalam pengalaman keseharian setiap pribadi manusia. Umumnya ketegangan itu disebut sebagai transendensi dan imanensi Allah”.

Allah di Balik Pintumu

Doa adalah cara kita menyapa Allah yang sedemikian itu. Yesuslah yang memperkenalkan dan membuka tabir tentang keberadaan Allah itu.

“Jika kamu berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang berada di tempat tersembunyi” (Mat 6:6).

Mudah memahami ayat itu dan bisa dilaksanakan harafiah. Namun bisa dimaknai bahwa Allah mudah ditemukan dalam kehening-sendirian, bukan pertama-tama pada hiruk-pikuk dunia dan semesta.

(Louis Djangun, pernah studi di STF Driyarkara Jakarta & Fakultas Teologi Kepausan Yogyakarta; kini Tim PuPas KAJ & Tim Kabar-Baik.id)

You may also like...

This error message is only visible to WordPress admins

Error: No feed found.

Please go to the Instagram Feed settings page to create a feed.