Waktu kecil, Mgr. Cosmas Michael Angkur, OFM bertugas memegang suluh saat keluarganya makan malam. Spirit pemegang suluh ini terus beliau pegang seumur hidupnya.
Oleh Donna W.
Kabar duka kembali mewarnai Gereja Katolik Indonesia. Mgr. Cosmas Michael Angkur, OFM, Uskup Emeritus Keuskupan Bogor berpulang pada Rabu, 18 Desember 2024. Mgr. Michael meninggal di RS Siloam Labuan Bajo dalam usia 87 tahun.
Mgr. Michael dikabarkan menderita sakit pada Selasa malam (17/12/2024) dan dibawa ke RS St. Yosef Labuan Bajo. Namun, karena kondisinya terus memburuk, beliau kemudian dirujuk ke RS Siloam Labuan Bajo, hingga kemudian meninggal pada hari Rabu.
Mantan Uskup Bogor ini memang menjalani masa pensiunnya dalam Komunitas St. Fransiskus Gorontalo di Labuan Bajo. Pada komunitas ini, Uskup Michael dikenal masih aktif ikut kegiatan, termasuk merawat kebun.
“Sebagai Uskup Emeritus Keuskupan Bogor, Uskup Michael dikenal sebagai sosok yang penuh dedikasi dan pelayanan. Kepergian beliau menjadi kehilangan besar bagi umat Katolik, khususnya Keuskupan Bogor,” demikian pernyataan pada laman Gereja Beatae Mariae Virginis, Keuskupan Bogor.
Melayani Sejak Kecil
Waktu kecil, Cosmas, demikian panggilan Mgr. Michael waktu kecil, punya tugas memegangi suluh atau obor saat keluarganya makan malam. Waktu itu, listrik belum masuk ke kampung tempatnya lahir, Lewur, Manggarai, Flores, NTT. Gara-gara tugas ini, ayah Cosmas berseloroh dalam bahasa Manggarai, “Hau ata sau sulu kanang, kau hanya laku untuk memegang suluh.” Tugas ini adalah tugas seorang hamba sahaya.
Sebenarnya, Cosmas juga bukan anak pandai. Dia belajar dengan susah payah di sekolah. Oleh karena itu, gurunya kaget saat Cosmas menyatakan ingin masuk seminari. Seminari dikenal sebagai sekolah bagi anak-anak pandai. Setelah masuk seminari pun, Cosmas sempat tidak naik kelas karena nilai Bahasa Inggris-nya jeblok.
Namun, ternyata anak yang belajar dengan susah payah ini lanjut terus masuk ke tarekat Saudara Hina-Dina (Ordo Fratrum Minorum). Pada 2 Agustus 1964, Cosmas mengikrarkan kaul kekal dengan nama biara Michael. Tahbisan imamat diterimanya dari Uskup Bogor, Mgr. Paternus NJC Giesse, OFM di Katedral Bogor, tiga tahun kemudian.
Karya yang Mengejutkan
Setelah ditahbiskan, Pastor Michael menjalani tugas di berbagai daerah seperti NTT, Timor Timur, dan Papua.
Anehnya, saat bertugas di Keuskupan Jayapura pada tahun 1969, Pastor Michael diminta menjadi Ketua DPRD Tingkat II Kabupaten Jayawijaya. Pastor Michael tidak langsung menerima permintaan ini. Beliau meminta para politikus yang mendatanginya untuk berkomunikasi dulu dengan Uskup dan tokoh-tokoh daerah. Selain itu, dia meminta agar jabatan politik tersebut tidak menghalangi tugasnya sebagai pastor paroki.
Setelah permintaan-permintaan ini dipenuhi, pada tahun 1970 Pastor Michael akhirnya menjadi Ketua DPRD Tingkat II Jayawijaya. Beliau juga sempat menjadi anggota DPRD I Provinsi Irian Barat (1971-1977).
Setelah karya di Papua, Pastor Michael ternyata mendapat kejutan diangkat menjadi Vikaris Ordo Fransiskan untuk Indonesia (1979-1985). Pada tahun 1983, Vikariat OFM Indonesia ditingkatkan statusnya menjadi Provinsi Fransiskan. Pastor Michael pun menjadi Provinsial pertama dengan masa bakti 1983-1989. Saat itu, Pastor Michael membuka komunitas misi ke Timor Timur dan membangun Paroki Cempaka Putih, Gereja Paskalis di Jakarta.
Kejutan berikutnya adalah saat Takhta Suci Vatikan menunjuk Pastor Michael menjadi Uskup Bogor, pada tahun 1994. Pastor Michael mengambil moto “In Verbo Tuo”, yang berarti “Apa yang Kausabdakan, Tuhan, kulaksanakan”. Kepatuhan dan kepasrahan pada Tuhan ini mewarnai seluruh hidupnya.
Namun, tanggung jawab baru sebagai Uskup Bogor ini cukup berat karena Mgr. Michael tidak hanya menata kehidupan rohani umat, tapi juga harus mengatur keorganisasian dan sistem tata kelola lembaga-lembaga keuskupan. Dengan kerja keras dan dukungan umat, kuria, para imam, biarawan, dan biarawati, kondisi Keuskupan Bogor dapat ditata menjadi lebih baik.
Tetap Memegang Suluh
Pada tahun 2013, Mgr. Michael pensiun sebagai Uskup Bogor dan memilih untuk menghabiskan masa pensiunnya di Komunitas St. Fransiskus Gorontalo di Labuan Bajo. Di sana, Mgr. Michael kerap menyajikan kopi atau masakan bagi rekan-rekan sekomunitasnya. Beliau selalu ringan tangan untuk melayani sesamanya.
Hidup sederhana, sikap rendah hati dan bertanggung jawab selalu dijalaninya sampai akhir. Baginya, hidup adalah misi dari Tuhan. Kehidupan juga beliau jalani dengan menghargai sesama dan lingkungan.
Suluh yang dipegang sang hamba seolah menjadi cerminan Matius 22: 39, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Dengan suluh kasih itu, Mgr. Cosmas Michael Angkur, OFM dan karya-karyanya memberi terang bagi Gereja dan seluruh umat yang terlibat dengannya.
Beristirahatlah dalam damai dan Terang Tuhan, Mgr. Cosmas Michael Angkur, OFM.